Minggu, 01 Desember 2013

PERANAN PLS



 
Pertama, kita harus berpikir bahwa pendidikan bukan hanya sebatas sebagai salah satu sector pembangunan, melainkan harus dipandang sebagai unsure yang mencakup semua elemen yang harus dipadukan, baik secara vertical maupun horizontal, ke dalam seluruh upaya pembangunan. World bank (1980) menyatakan bahwa pendidikan harus dipandang sebagi konteks interdisiplin sebagai factor pembangunan yang multi dimensional di mana manusia sebagai tujuan factor pembangunan yang instrumental. Konsekuensinya adalah bahwa, disamping konvensional seperti sekolah, pendidikan harus dilakukan sepanjang jaga manusia, meliputi semua lapisan masyarakat sebagai kelompok, dilaksanakan sewaktu-waktu diperlukan, bersifat fleksibel, dan kontennya sesuai kebutuhan klien (sasaran didik), siap mengatasi masalah setempat, dan dengan metode dan tekhnik sesuai dengan kebutuhan anggota masyarakat khususnya orang dewasa.
Kedua, kita harus memahami ruang lingkup PLS, yang dari segi tipe programnya PLS terbagi atas tiga tipe, yaitu program internasional, institusional, dan developmental (Boyle, 1991). Nedler membaginya ke dalam tiga tipe pembelajaran, yaitu pendidikan, pelatihan dan pengalaman (Nadler, 1982). Callawary membagi tipe program PLS ke dalam empat kategori, yaitu program keaksaraan, program yang berhubungan dengan pekerjaan, program perluasan (pertanian, industri), dan program pengembangan masyarakat (Callawary dalam brembeck, 1983). Program pengembangan masyarakat, oleh Knowles, dimasukkan sebagai format belajar orang dewasa (Knowles,1980).
David evans mengakegorikan PLS berdasarkan peranan dan fungsinya menjadi complementary education, supplementary education, dan replacement education (evans, 1931). Complementary education berfungsi melengkapi pelajaran di sekolah, karena biasanya kegiatan belajarnya tidak cocok untuk disajikan dikelas atau sekolah. Suplementary education adalah tambahan pendidikan setelah mereka tamat dari sekolah, karena ketika di sekolah tidak mendapatkannya. Replacement education adalah pendidikan bagi mereka yang tidak dapat memiliki sekolah, biasanya berupa keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung dan pengetahuan praktis, seperti kesehatan, nutrisi, pertanian.
Ketiga, baik dari segi literature maupun pelaksanaan program, PLS diarahkan kepada perubahan social dan perubahan tingkah laku. Eitzen mengemukakan bahwa PLS merupakan gerakan social yang sifatnya reformatif karena ia berusaha mengubah bagian penting dari suatu masyarakat, seperti memperbaiki pendidikan wanita, memperbaiki lingkungan, usaha kecil, dan lain-lain (eitzen, 1991). Di Amerika latin, merupakan upaya untuk menciptakan perubahan-perubahan social pada tingkat local. Ia menggunakan strategi intervensi yang didasarkan pada the man oriented dan holistic approach (La belle, 1976). Berdasarkan pendapat ini, peran yang harus dijalankan PLS harus mengarah pada perubahan tingkah laku dan perubahan social, terutama pada perubahan social mikro (micro social change). Ini berbeda dengan sekolah yang mengarah pada perubahan social jangka panjang dan makro.

Peran PLS sebagai Pendidikan Dasar
 http://kitaabah.com/ina/wp-content/uploads/2013/08/DSCN4000.jpg
               
Dari data di bagian lain dari tulisan ini, yang menjadi beban Pendidikan Dasar di malang, misalnya pedagang kaki lima yang berpendidikan SD ke bawah 39,5%, SLTP 38,5%, kemudian anak jalanan berpendidikan SD 64,4% dan SLTP 31,3% masih memerlukan Pendidikan Dasar.
                Program keaksaraan paketA dan B masih perlu diteruskan, karena sangat penting bagi kelanjutan hidupnya setelah dewasa. Theagarajan mengatakan bahwa dengan menjadikan orang dewasa melek huruf akan membuat mereka mandiri dan tidak bergantung dalam menghadapi lingkungan simbolik mereka (Theagarajan, 1976). Selama ini para guru diminta membantunya tetapi, karena kesibukan guru di sekolah, program paketA dan B banyak yang berhenti. Kesulitan lain adalah para guru tidak dibekali dengan cara mengajar yang bersifat andragogis sehingga pendekatan sekolah masih diterapkan, padahal mereka berhenti sekolah salah satu sebabnya karena tidak kerasan dengan sekolah yang sangat mengikat dengan disiplin yang sangat ketat.
Peran PLS sebagai Penyebar Informasi
Saya ingin menyarankan kepada pemerintah daerah untuk memberikan penerangan keliling atau permanen di tempat ramai, seperti pasar, terminal, stasiun, dan rumah sakit, yang berisi anjuran, peraturan, etika, estetika, dan lain-lain. Misalnya, penjual makanan harus membungkus plastic makanannya, jangan meludah di sembarang tempat, dan jangan buang air kecil tidak pada tempatnya.
Akan tetapi, yang lebih sulit adalah pengembangan bahan ajarnya yang dapat bekerja sama dengan jurusan PLS dan LEmbaga Pengambangan Pendidikan dan Pembelajaran (LP3) universitas. Sebagaimana dikemukakan oleh Rosenberg, bahwa sekadar menyampaikan informasi adlah kurang efisien bagi orang untuk belajar, karena itu perlu pembelajaran, (Rosenberg, 2001). Pemerintah daerah dapat menyediakan poster dan brosur-brosur tercetak murah di pusat-pusat informasi yang harus disediakan dan didirikan pula.
Tugas seorang tenaga PLS adalah menentukan info apa yang disebarluaskan dan apa manfaatnya, menyediakan informasi melalui media atau individu, menentukan cara memperluas informasi, dan melaporkan hasilnya.

Peran PLS sebagai Program Pelatihan

 http://nathanlouisa.files.wordpress.com/2010/02/sekolah_alam1.gif
Program keterampilan kerja dapat diperuntukkan bagi mereka yang belum, bekerja, tetapi ingin memperbaikinya, atau kepada mereka yang keterampilannya tidak lagi laku karena tidak mampu bersaing dengan yang lebih kuat. Pelatihan untuk ini dapat dilakukan dengan tempat yang menetap (Stationary Training Unit) dan yang bergerak (Mobile Training Unit). Memang diperlukan mobil unit sesuai keterampilan kerjanya, seperti unit pertukangan, pengelasan, mesin, elektronik, dan masak memasak.)
Tugas tenaga PLS dalam kaitan ini adalah melakukan pengkajian atau analisis kebutuhan belajar, merencanakan program pembelajaran, mengorganisasikan pelatihan, menyiapkan pelatih, menentukan target klien, serta melaksanakan, menilai dan mempersiapkan program pendampingan pascalatihan.

Peranan PLS sebagai Penggerak Pembangunan Kota

Penampakan dari luar orang-orang kota kelihatan lebih tidak menderita dibandingkan orang desa, walaupun kenyataannya tidak demikian karena didalamnya banyak komunitas kecil yang miskin, tinggal di perumahan yang tidak layak, tinggal di lingkungan yang tidak sehat, penghasilan rendah, rentan kejahatan, dan lain-lain.
Kota Memerlukan Perhatian
Campbell (1999) mengemukakan bahwa kota diseluruh dunia semakin menjadi penting karena memiliki potensi baru, yaitu kekuasaan dan pengaruh. Ada 70 negara yang memberikan otoritas lebih besar kepada kota pada mas kini dibanding sebelumnya. Ada empat alas an mengapa pembangunan nasional perlu memfokus ke kota-kota, yaitu: (1) adanya perubahan demografis yang semakin memadati kota; (2) adanya efisiensi pemberian layanan; (3) adanya pertumbuhan ekonomi; dan (4) adanya keterkaitan atau linkages antara kota dan daerah pedesaan.
Produktivitas pendapatan menjadi 7 kali lipat antara daerah kaya dan miskin, yang kemudian akan memicu perpindahan penduduk dari desa ke kota. Efisiensi dalam layanan terjadi disebabkan fasilitas-fasilitas yang memudahkan mobilitas, seperti komunikasi, transportasi, layanan kesehatan, dan lainnya, terhubung secara mudah. Kota menyediakan pasar bagi hasil-hasil pertanian desa; sebaliknya, kota menyediakan kebutuhan orang-orang desa.
Disamping itu, kota perlu diperhatikan karena ada kekhawatiran akan meningkatnya kemiskinan kota (urban poverty). Shi Anqing (2001) mengatakan bahwa kemiskinan kota kedepan akan sangat penting untuk di perhatikan karena, jika tidak, ia akan menjadi letupan politik. Karena itu, perlu ada studi tentang kondisi-kondisi kehidupan wilayah perkotaan.
Itulah sebabnya pembangunan kota sebagai pusat pertumbuhan ekonomi jangan sampai melupakan pembangunan masyarakat, dimana PLS sangat berperan membantunya.

Strategi Pembangunan Masyarakat Kota

Bank dunia mencari metodologi untuk melaksanakan strategi pembangunan kota atau City Development Strategy (CDS). City Development Strategy merupakan strategi untuk membangun kota menciptakan participatory process untuk membangun dirinya sendiri, mencari cara untuk bertumbuh, memahami peranannya dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa, menciptakan hubungan dengan pembangunan ekonomi nasional dan penghapusan kemiskinan dalam bentuk bantuan yang diperlukan (World Bank Group 2000).
Gerakan masyarakat untuk mencari cara memecahkan masalah agar mereka tumbuh kembang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya secara kolektif merupakan salah satu strategi PLS yang sangat relevan untuk menjadikan pembangunan masyarakat tetap berkelanjutan. Strategi pembangunan masyarakat tersebut, antara lain adalah pemberdayaan (empowering) dan Community Driven Development (CDD).
Pemberdayaan
Pemberdayaan sudah sejak tahun 1970-an diperkenalkan oleh Kinder Vatter (1975) dalam bukunya, Nonformal Education as Empowering Process, yang mendefinisikan pemberdayaan sebagi upaya kekuatan-kekuatan social, ekonomi, dan politik guna memperbaiki kedudukannya di masyarakat. Perbaikan kedudukan seseorang atau sekelompok orang ini sebagaimana dirumuskan oleh Inter American Foundations (Kinder Vatter, 1975) meliputi indicator sebagai berikut: (1) Akses, yang meliputi kesempatan lebih besar dalam memperoleh sumber (resources); (2) Daya tawar, berupa peningkatan daya tawar yang lebih kuat; (3) Pilihan, yakni kecakapan dan peluang untuk memilih berbagai pilihan; (4) Status, yakni memperbaiki image pribadi, harga diri, dan sikap-sikap positif terhadap budayanya; (5) Kecakapan kritis, yakni memakai pengalamannya secara tepat, manila manfaat yang potensial dari pemecahan-pemecahan masalah; (6) Legitimasi, atau memperoleh pengakuan selayaknya; (7) Disiplin, yakni menentukan sendiri standar untuk bekerja dengan orang lain dan lingkungannya.
Pada kesempatan yang lain, Suyono, (2004) mengemukakan bahwa pemberdayaan adalah proses pembangunan manusia agar memiliki kapasitas penuh, memiliki pilihan-pilihan yang lebih luas dan kesempatan yang lebih besar sehingga mereka dapat mencapai kehidupan yang lebih bermanfaat dan lebih makmur. Disinilah pendidikan luar sekolah dapat menjalankan peranannya.

Community Driven Development (CDD)

Dalam rangka metodologi membangun kota, Bank Dunia mengusulkan strategi yang disebut Community Driven Development (CDD). Ini merupakan prinsip utama dalam pengembangan masyarakat. Pendekatan ini sangat penting karena : (1) merupakan cara efektif untuk memberikan akses pada pelayanan public dan memberikan kapasitas pada manajemen organisasi masyarakat; (2) penting untuk meningkatkan kekuatan bagi si miskin atau kelompok-kelompok yang kurang beruntung untuk berorganisasi dengan sector-sektor local, pusat ataupun swasta; dan (3) memberdayakan masyarakat dalam mengendalikan dan memelopori pemenuhan alokasi sumber-sumber secara langsung.
Ada beberapa cirri penting Community Driven yang perlu diperhatikan, antara lain: (1) memperlakukan si miskin sebagai mitra, dan tidak sebagai target upaya-upaya pengurangan kemiskinan; (2) masyarakat mengelola program-program pembangunan sendiri; (3) memperlakukan se miskin sebagai inisiator, kolaborator, dan sumber; dan (4) konsep dasarnya adalah desentralisasi, partisipasi, bantuan atau subsidi, dan peningkatan.
Peran pendidikan luar sekolah dapat menjadi katalisator (catalyst), pembantu proses (process helper), pemecahan masalah (solution giver), dan sebagai penghubung sumber (resource linker) (Havelock, 1998). Socrates pernah mengatakan, “aku adalah ibarat seekor lalat yang hinggap mengganggu sapi yang sedang tidur dalam menyadarkan orang yang berkuasa supaya bergerak” (Rosenberg, 2001).
Sebagai pembantu proses (process helper), maksudnya, pendidikan luar sekolah tidak dating dengan membawa pemecahan, melainkan membimbing klien malalui kegiatan diskusi secara intensif, dan membantu mengarahkan proses sampai mereka menemukan pemecahan masalahnya. Dengan peranan seperti ini, seharusnya kelopmpok kurang beruntung diperkotaan diposisikan sebagai subjek, dan bukan objek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar